Rabu, 07 November 2012

Abu Bakar As-Shidiq


Pemilihan Abu Bakar sebagai Khalifah

Ketika Nabi Muhammad s.a.w. akan wafat, Nabi tidak berwasiat apa-apa, baik kepada salah seorang karib, atau kepada sahabat-sahabat yang lain, tentang siapa yang akan jadi Khalifah pengganti Nabi. Persoalan yang besar ini beliau serahkan kepada musyawarah ummat Islam.
Setelah Nabi wafat, berkumpullah orang Muhajirin dan Anshar di Madinah, guna bermusyawarah siapa yang akan dibaiat (diakui) jadi Khalifah. Orang Anshar menghendaki agar Khalifah itu dipilih dari golongan mereka, mereka mengajukan Sa’ad bin Ubadah. Kehendak orang Anshar ini tidak disetujui oleh orang Muhajirin. Maka terjadilah perdebatan diantara keduanya, dan hampir terjadi fitnah diantara keduanya. Abu Bakar segera berdiri dan berpidato menyatakan dengan alasan yang kuat dan tepat, bahwa soal Khilafah itu adalah hak bagi kaum Quraisy, bahwa kaum Muhajirin telah lebih dahulu masuk Islam, mereka lebih lama bersama bersama Rasulullah, dalam Al-Qur’an selalu didahulukan Muhajirin kemudian Anshar. Khutbah Abu Bakar ini dikenal dengan Khutbah Hari Tsaqifah, setelah khutbah ini ummat Islam serta merta membai’at Abu Bakar, didahului oleh Umar bin Khattab, kemudian diikuti oleh para sahabat yang lain.

Abu Bakar Sebagai Sahabat Yang Utama

Adapun Abu Bakar Siddiq adalah sahabat nabi yang tertua yang amat luas pengalamannya dan amat besar ghirahnya kepada agama Islam. Dia adalah seorang bangsawan Quraisy, berkedudukan tinggi dalam kaumnya, hartawan dan dermawan. Jabatannya dikala Nabi masih hidup, selain dari seorang saudagar yang kaya, diapun seorang ahli nasab Arab dan ahli hukum yang jujur. Dialah yang menemani Nabi ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Dia telah merasakan pahit getirnya hidup bersama Rasulullah sampai kepada hari wafat beliau. Dialah yang diserahi nabi menjadi imam sembahyang ketika beliau sakit. Oleh karena itu, ummat Islam memandang dia lebih berhak dan utama menjadi Khalifah dari yang lainnya.

Memerangi Orang Murtad

Bersamaan dengan pengangkatan Abu Bakar, suku-suku Arab tidak mau lagi tunduk dibawan kepemimpinan pusat di Madinah. Sesudah Nabi wafat, mereka berpendapat bahwa kekuasaan Quraisy memimpin Arab telah usai. Adapaun sebabnya mereka berlaku demikian ialah karena sebagian tidak percaya akan mematian Nabi, setelah nyata kebenaran meninggalnya Nabi, sebagian ragu akan kebenaran Islam. Mereka menyangka bahwa kaum Quraisy takkan bangun lagi sesudah pemimpinnya meninggal dunia. Mereka tidak akan tunduk dibawah kekuasaan Quraisy atas nama agama. Apalagi sebagian besar bangsa Arab ketika itu, barus aja memeluk agama Islam yang melarang mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang telah menjadi darah daging mereka selama ini, seperti minum tuak, berjudi dan sebagainya.

Enggan Membayar Zakat

Oleh karena itu beberapa suku Arab tidak mau takluk lagi dibawah kepemimpinan Abu Bakar. Mereka enggan mengeluarkan zakat yang mereka pandang hanya sebagai upeti yang harus diberikan kepada Nabi saja.

Munculnya Nabi Palsu

Api perlawanan dan pendurhakaan itu menjalr dengan cepat dari satu suku kepada yang lain, sehingga hampir menggoyahkan sendi khilafah Islam yang masih muda itu. Kekuasah khalifah ketika itu hanya meliputi Makkah, Madinah dan Taif saja. Sementara itu banyak pula diantara orang Arab yang mendakwakan dirinya menjadi Nabi. Yang berbahaya sekali adlah Musailamah al-Kazzab, yang mendakwakan kenabiannya ersama Nabi Muhammad ketika beliau masih hidup. Dia mengatakan, bahwa Allah telah memberikan pangkat nabi kepadanya bersama dengan Rasulullah. Oleh karena dia berbuat dusta itu, dia mendapat gelar ‘al-Kazzab’ yang artinya ‘si pendusta’. Bengikutnya banyak yang tersebar di Yamamah. Ladi dari pada itu ada lagi beberapa nabi palsu, seperti Thulaihah bin Khuwailid, Sjah Thamiyah seorang perempuan, yang kemudian kawin dengan Musailamah.

Memerangi Orang-orang Murtad

Peristiwa suli yang hebat ini diatasi Abu Bakar dengan kemauan dan perhatian keras membaja. Dengan cepat disiapkannya sebelas pasukan untuk menaklukkan kaum yang murtad itu. Masing-masing panglimanya diperintahkan menuju daerah yang telah ditentukan.
Sesungguhnya beberapa orang sahabat menasehati kepada Abu Bakar agar dia tidak memerangi orang yang tidak membayar zakat itu. Namun disinilai keteguhan hati khalifah. Dia mengatakan: “Dengan sesungguhnya, walaupun mereka enggan membayar seutas tali kecil yang telah pernah dibayarkan kepada Rasulullah dahulu, niscaya akan kuperangi juga mereka selaipun aku akan binasa oleh karenanya.”
Setahun lamanya Abu Bakar dapat menundukkan kaum yang murtad itu serta orang-orang yang mengaku menjadi nabi serta orang-orang yang enggan membayar zakat, sehingga kalimat Tuhan kembali menjulang tinggi. Dalam kemenangan kaum muslimin ini, kehormatan besar harus diberikan kepada panglima Khalid bin Walid, Saifullah yang perkasa itu. Dialah yang menghancurkan kekuatan Thulaihah dan Sajah serta memaksa keduanya memeluk Islam. Dan dia pula yang membunuh Musailamah al-Kazzab dan memporak-porandakan laskarnya.

Pengumpulan al-Qur’an

Setelah kemenangan yang diperoleh Khalifah Abu Bakar Sidik atas suku-suku yang murtad dan durhaka itu, timbul kecemasan dari Umar bin Khattab akan kehilangan beberapa ayat dari Qur’an, karena banyaknya huffadz (penghafal al-Qur’an) yang gugur sebagai syuhada’ dalam pertempuran. Maka Umar memberi saran kepada Abu Bakar agar ayat-ayat al-Qur’an dikumpulkan. Nasehat ini dituruti oleh Khalifah Abu Bakar. Maka dikumpulkanlah lembaran-lembaran al-Qur’an itu yang semula ditulis di atas batu, kulit hewan, tulang-belulang dan pelepah korma dalam suatu mushaf. Empat penulis al-Qur’an yang terkenal ialah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin al-‘Ash, Abdurrahman bin Harits bin Hisyam. Mushaf al-Qur’an ini semula disimpan di kekediaman Abu Bakar, kemudian kepada Umar, dan kemudian Hafsah isteri Rasulullah s.a.w.

Pembebasan Negeri di zaman Abu Bakar

Khalifah Abu Bakar menghadapkan seluruh pasukannya untuk membebaskan beberapa negeri, untuk memperluas penyiaran agama dan guna memalingkan pikiran ummat Islam dari perselisihan sesama mereka. Maka dikirimkanlah tentara untuk memerangi kerajaan Persia dan Romawi.
Sesungguhnya bagi bangsa Arab, peperangan itu aalah jalan raya yang terbentang luas untuk mencari kemegahan dengan kemenangan yang terturut-turut, dan mencari harta rampasan perang, dan menjadi medan untuk berjihad mengharapkan keridhaan Tuhan.
Abu Bakar wafat ketika para laskarnya ditengah membebaskan negeri-negeri yang masih tunduk kepada Persia dan Romawi. Maka laju perjuangan pembebasan ini dilanjutkan pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar